1.
Pengertian Sintaksis
Kata sintaksis berasaldari kata Yunani (sun = ‘dengan’ + tattein
‘menempatkan’. Jadi kata sintaksis secara etimologis berarti menempatkan
bersama-sama kata-kata menjadi kelompok kata atau kalimat.[8] Sintaksis
adalah tata bahasa yang membahas hubungan antarkata dalam tuturan[9]. Sama
halnya dengan morfologi, akan tetapi morfologi menyangkut struktur gramatikal
di dalam kata.Unsur bahasa yang termasuk di dalam sintaksis adalah frase,
kalusa,dan kalimat. Tuturan dalam hal ini menyangkut apa yang dituturkan orang
dalam bentuk kalimat.
Ramlan (1981:1)
mengatakan: “Sintaksis ialah bagian atau cabang dari ilmu bahasa yang
membicarakan seluk beluk wacana, kalimat, klausa, dan frase .”.
2.
Kata sebagai Satuan Sintaksis
Dalam tataran sintaksis kata merupakan satuan terkecil, yang
secara hierarkial menjadi komponen pembentuk satuan sintaksis yang lebih besar
yaitu frase. Maka di sini, kata, hanya dibicarakan sebgai satuan terkecil dalam
sintaksis, yaitu dalam hubungannya dengan unsur-unsur pembentuk satuan yang
lebih besar, yaitu frase, klausa, dan kalimat Dalam pembicaraan kata
sebagai pengisi satuan sintaksis, pertama-tama harus kita bedakan dulu adanya
dua macam kata, yaitu yang disebut kata penuh (fullword) dan kata tugas (funcionword).
Yang merupakan kata penuh adalah kata-kata yang termasuk kategori nomina,
ajektifa, adverbia, dan numeralia. Sedangkan yang termasuk kata tugas adalah
kata-kata yang yang berkategori preposisi dan konjungsi.[10]
3.
Frase
a.
Pengertian Frase
Frase lazim didefinisikan sebagai satuan gramatikal yang berupa gabungan
kata yang bersifat nonpredikatif, atau lazim juga disebut gabungan kata yang
mengisi satah satu fungsi sintaksis di dalam kalimat.[11]
Frase tidak memiliki
makna baru, melainkan makna sintaktik atau makna gramatikal bedanya dengan kata
majemuk yaitu kata majemuk sebagai komposisi yang memiliki makna baru atau
memiliki satu makna.
b.
Jenis Frase
1)
Frase Eksostentrik
Frase eksosentrik
adalah frase yang komponen komponennya tidak mempunyai perilaku sintaksis yang
sama dengan keseluruhannya. Misalnya, frase di pasar, yang terdiri dari
komponen di dan komponen pasar. Frase eksosentirk biasanya dibedakan atas frase
eksosentrik yang direktif dan frase eksosentrik yang nondirektif.
2)
Frase Endosentrik
Frase endosentrik
adalah frase yang salah satu unsurnya atau komponennya memiliki perilaku
sintaksias yang sama dengan keseluruhannya. Misalnya, sedang komponen keduanya
yaitu membaca dapat menggantikan kedudukan frase tersebut.
3)
Frase Koordinatif
Frase koordinatif
adalah frase yang komponen pembentuknya terdiri dari dua komponen atau lebih
yang sama dan sederajat dan secara potensial dapat dihubungkan oleh kunjungsi koordinatif.
4)
Frase Apositif
Frase apositif adalah
frase koordinatif yang kedua k komponenanya saling merujuk sesamanya, dan oleh
karena itu urutan komponennya dapat dipertukarkan.
4.
Klausa
a.
Pengertian Klausa
Klausa adalah satuan sintaksis
berupa runtunan kata-kata berkonstruksi predikatif. Artinya, di dalam
konstruksi itu ada komponen, berupa kata atau frase, yang berfungsi sebagai
predikat; dan yang lain berfungsi sebagai subjek, sebagai objek, dan sebagai
keterangan. Badudu (1976 : 10) mengatakan bahwa klausa adalah “sebuah kalimat
yang merupakan bagian daripada kalimat yang lebih besar.”
Sebuah konstruksi
disebut kalimat kalau kepada konstruksi itu diberikan intonasi final atau
intonasi kalimat. Jadi, konstruksi nenek mandi baru dapat disebut kalimat kalau
kepadanya diberi intonasi final kalau belum maka masih berstatus klausa.Tempat
klausa adalah di dalam kalimat.
b.
Jenis Klausa[12]
Berdasarkan strukturnya dapat dibedakan adanya klausa bebas dan
klausa terikat. Klausa bebas dalah klausa yang mempunyai unsur-unsur lengkap,
sekurang-kurangnya mempunyai subyek dan predikat, dan karena itu mempunyai
potensi untuk menjadi kalimat mayor. Klausa terikat memiliki struktur yang
tidak lengkap.
Berdasarkan kategori
unsur segmental yang menjadi predikatnya dapat dibedakan adanya klausa verbal,
klausa nominal, klausa ajektival, klausa adverbial dan klausa preposisional.
Dengan adanya berbagai tipe verba, maka dikenal adanya klausa transitif, klausa
intransitif, klausa refleksif dan klausa resprokal.
Klausa ajektival adalah klausa yang predikatnya berkategori ajektiva,
baik berupa kata maupun frase. Klausa adverbial adalah klausa yang predikatnya
berupa adverbial. Klausa preposisional adalah klausa yang predikatnya berupa
frase berkategori.
Klausa numeral adalah klausa yang predikatnya berupa kata atau
frase numerila. Klausa berupasat adalah klausa yang subjeknya terikat didalam
predikatnya, meskipun di tempat lain ada nomina atau frase nomina yang juga
berlaku sebagai subjek
MORFOLOGI
MORFOLOGI
A. Pengertian Morfologi
Morfologi adalah cabang linguistik yang
mengidentifikasi satuan-satuan dasar bahasa sebagai satuan gramatikal.
Morfologi mempelajari seluk-beluk bentuk kata serta pengaruh
perubahan-perubahan bentuk kata terhadap golongan dan arti kata. Atau dengan
kata lain dapat dikatakan bahwa morfologi mempelajari seluk-beluk bentuk kata
serta fungsi perubahan-perubahan bentuk kata itu, baik fungsi gramatik maupun
fungsi semantik.
(http://id.wikipedia.org/wiki/linguistik).
Kata Morfologi berasal dari kata morphologie. Kata
morphologie berasal dari bahasa Yunani morphe yang digabungkan dengan logos.
Morphe berarti bentuk dan dan logos berarti ilmu. Bunyi [o] yang terdapat
diantara morphed an logos ialah bunyi yang biasa muncul diantara dua kata yang
digabungkan. Jadi, berdasarkan makna unsur-unsur pembentukannya itu, kata
morfologi berarti ilmu tentang bentuk.
Dalam kaitannya dengan kebahasaan, yang dipelajari dalam
morfologi ialah bentuk kata. Selain itu, perubahan bentuk kata dan makna (arti)
yang muncul serta perubahan kelas kata yang disebabkan perubahan bentuk kata
itu, juga menjadi objek pembicaraan dalam morfologi. Dengan kata lain, secara
struktural objek pembicaraan dalam morfologi adalah morfem pada tingkat
terendah dan kata pada tingkat tertinggi.
Itulah sebabnya, dikatakan bahwa morfologi adalah ilmu yang
mempelajari seluk beluk kata (struktur kata) serta pengaruh perubahan-perubahan
bentuk kata terhadap makna (arti) dan kelas kata.
B. Morfem
1. Pengertian Morfem
Morfem adalah suatu bentuk bahasa yang tidak mengandung
bagian-bagian yang mirip dengan bentuk lain, baik bunyi maupun maknanya.
(Bloomfield, 1974: 6).
Morfem adalah unsur-unsur terkecil yang memiliki makna dalam
tutur suatu bahasa (Hookett dalam Sutawijaya, dkk.). Kalau dihubungkan dengan
konsep satuan gramatik, maka unsur yang dimaksud oleh Hockett itu,
tergolong ke dalam satuan gramatik yang paling kecil.
Morfem, dapat
juga dikatakan unsur terkecil dari pembentukan kata dan disesuaikan dengan
aturan suatu bahasa. Pada bahasa Indonesia morfem dapat berbentuk imbuhan.
Misalnya kata praduga memiliki dua morfem yaitu /pra/ dan /duga/. Kata duga
merupakan kata dasar penambahan morfem /pra/ menyebabkan perubahan arti pada
kata duga. (http://id.wikipedia.org/wiki/linguistik).
Berdasarkan konsep-konsep di atas di atas dapat dikatakan
bahwa morfem adalah satuan gramatik yang terkecil yang mempunyai makna, baik
makna leksikal maupun makna gramatikal.
Kata memperbesar misalnya, dapat kita potong sebagai
berikut
mem-perbesar
per-besar
Jika besar dipotong lagi, maka be- dan –sar
masing-masing tidak mempunyai makna. Bentuk seperti mem-, per-, dan besar
disebut morfem. Morfem yang dapat berdiri sendiri, seperti besar,
dinamakan morfem bebas, sedangkan yang melekat pada bentuk lain,
seperti mem- dan per-, dinamakan morfem terikat. Contoh memperbesar
di atas adalah satu kata yang terdiri atas tiga morfem, yakni dua morfem
terikat mem- dan per- serta satu morfem bebas, besar.
2. Morf dan Alomorf
Morf dan alomorf adalah dua buah nama untuk untuk sebuah
bentuk yang sama. Morf adalah nama untuk sebuah bentuk yang belum diketahui
statusnya (misal: {i} pada kenai); sedangkan alomorf adalah nama untuk
bentuk tersebut kalau sudah diketahui statusnya (misal [b¶r], [b¶], [b¶l]
adalah alomorf dari morfem ber-. Atau bias dikatakan bahwa anggota satu
morfem yang wujudnya berbeda, tetapi yang mempunyai fungsi dan makna yang sama
dinamakan alomorf. Dengan kata lain alomorf adalah perwujudan konkret (di dalam
penuturan) dari sebuah morfem. Jadi setiap morfem tentu mempunyai almorf, entah
satu, dua, atau enam buah. Contohnya, morfem meN- (dibaca: me nasal):
me-, mem- men-, meny-, meng-, dan menge-. Secara fonologis, bentuk me- berdistribusi,
antara lain, pada bentuk dasar yang fonem awalnya konsonan /I/ dan /r/;
bentuk mem- berdistribusi pada bentuk dasar yang fonem awalnya konsonan /b/ dan
juga /p/; bentuk men- berdistribusi pada bentuk dasar yang fonem awalnya /d/
dan juga /t/; bentuk meny- berdistribusi pada bentuk dasar yang fonem awalnya
/s/; bentuk meng- berdistribusi pada bentuk dasar yang fonem awalnya, antara
lain konsonan /g/ dan /k/; dan bentuk menge- berdistribusi pada bentuk dasar
yang ekasuku, contohnya {menge}+{cat}= mengecat. Bentuk-bentuk realisasi yang
berlainan dari morfem yang sama tersebut disebut alomorf.
3. Prinsip-prinsip Pengenalan
Morfem
Untuk mengenal morfem secara jeli dalam bahasa Indonesia,
diperlukan petunjuk sebagai pegangan. Ada enam prinsip yang saling melengkapi
untuk memudahkan pengenalan morfem (Lihat Ramlan, 1980), yakni sebagai berikut:
3.1 Prinsip pertama
Bentuk-bentuk yang mempunyai struktur fonologis dan arti
atau makna yang sama merupakan satu morfem.
membaca
kemanusiaan
Contoh:
baca
ke-an
pembaca
kecepatan
bacaan
kedutaan
membacakan
kedengaran
_
Karena struktur fonologis dan
Satuan tersebut
walaupun
maknanya sama, maka satuan
struktur fonologisnya
sama,
tersebut merupakan morfem
bukan merupak
morfem
yang
sama.
yang sama
karena makna gramatikalnya berbeda.
3.2 Prinsip Kedua
Bentuk-bentuk yang mempunyai struktur fonolis yang berbeda,
merupakan satu morfem apabila bentuk-bentuk itu mempunyai arti atau makna yang
sama, dan perbedaan struktur fonologisnya dapat dijelaskan secara fonologis.
Perubahan setiap morf itu bergantung kepada fonem awal morfem yang dilekatinya.
Contoh:
mem –
:
membawa
meN-
men
–
: menulis
meny
–
: menyisir
meng
–
: menggambar
me-
: melempar
Perubahan setiap morf itu bergantung kepada fonem awal
morfem yang dilekatinya.
3.3 Prinsip Ketiga
Bentuk-bentuk yang mempunyai struktur ontologis yang
berbeda, sekalipun perbedaannya tidak dapat dijelaskan secara fonologis, masih
dapat dianggap sebagai satu morfem apabila mempunyai makna yang sama, dan
mempunyai distribusi yang komplementer. Perhatikan contoh berikut:
ber- : berkarya,
bertani, bercabang
bel- :
belajar, belunjur
be- :
bekerja, berteriak, beserta
Kedudukan afiks ber- yang tidak dapat bertukar tempat itulah
yang disebut distribusi komplementer.
3.4 Prinsip Keempat
Apabila dalam deretan struktur, suatu bentuk berpararel
dengan suatu kekosongan, maka kekosongan itu merupakan morfem, ialah yang
disebut morfem zero.
Misalnya:
- Rina
membeli sepatu
- Rina
menulis surat
- Rina
membaca novel
- Rina
menggulai ikan
- Rina
makan pecal
- Rina
minum susu
Semua kalimat itu berstruktur SPO. Predikatnya tergolong ke
dalam verba aktif transitif. Lau pada kalimat a, b. c, dan d, verba aktif
transitif tersebut ditandai oleh meN-, sedangkan pada kalimat e dan f verba
aktif transitif itu ditandai kekosongan (meN- tidak ada), kekosongan itu
merupakan morfem, yang disebut morfem zero.
3.5 Prinsip Kelima
Bentuk-bentuk yang mempunyai struktur fonologis yang sama
mungkin merupakan satu morfem, mungkin pula merupakan morfem yang berbeda.
Apabila bentuk yang mempunyai struktur fonologis yang sama itu berbeda
maknanya, maka tentu saja merupakan fonem yang berbeda.
Contoh:
- a.
Jubiar membeli buku
b. Buku itu sangat mahal
- a.
Juniar membaca buku
b. Juniar makan buku tebu
Satuan buku pada kalimat 1. a dan 1. b merupakan
morfem yang sama karena maknanya sama. Satuan buku pada kalimat kalimat 2. a
dan 2. b bukanlah morfem yang sama karena maknanya berbeda.
3.6 Prinsip Keenam
Setiap bentuk yang tidak dapat dipisahkan merupakan morfem.
Ini berarti bahwa setiap satuan gramatik yang tidak dapat dipisahkan lagi atas
satuan-satuan gramatik yang lebih kecil, adalah morfem. Misalnya, satuan ber-
dan lari pada berlari, ter- dan tinggi pada tertinggi
tidak dapat dipisahkan lagiatas satuan-satuan yang lebih kecil. oleh karena
itu, ber-, lari, ter, dan tinggi adalah morfem.
4. Klasifikasi Morfem
4.1 Morfem Bebas dan Morfem Terikat
Morfem ada yang bersifat bebas dan ada yang bersifat
terikat. Dikatakan morfem bebas karena ia dapat berdiri sendiri, dan dikatakan
terikat jika ia tidak dapat berdiri sendiri.
Misalnya:
- Morfem
bebas – “saya”, “buku”, dsb.
- Morfem
terikat – “ber-“, “kan-“, “me-“, “juang”, “henti”, “gaul”, dsb.
4.2 Morfem Segmental dan Morfem Supra Segmental
Morfem segmental adalah morfem yang terjadi dari fonem atau
susunan fonem segmental. Sebagai contoh, morfem {rumah}, dapat dianalisis
ke dalam segmen-segmen yang berupa fonem [r,u,m,a,h]. Fonem-fonem itu tergolong
ke dalam fonem segmental. oleh karena itu, morfem {rumah} tergolong ke dalam
jenis morfem segmental.
Morfem supra segmental adalah morfem yang terjadi dari
fonem suprasegmental. Misal, jeda dalam bahasa Indonesia. Contoh:
- bapak
wartawan
bapak//wartawan
- ibu
guru
ibu//guru
4.3 Morfem Bermakna Leksikal dan Morfem Tak Bermakna
Leksikal
Morfem yang bermakna leksikal merupakan satuan dasar bagi
terbentuknya kata. morfem yang bermakna leksikal itu merupakan leksem, yakni
bahan dasar yzng setelah mengalami pengolahan gramatikal menjadi kata ke dalam
subsistem gramatika. Contoh: morfem {sekolah}. berarti ‘tempat belajar’.
Morfem yang tak bermakna leksikal dapat berupa morfem
imbuhan, seperti {ber-}, {ter-}, dan {se-}. morfem-morfem tersebut baru
bermakna jika berada dalam pemakaian. Contoh: {bersepatu} berarti ‘memakai
sepatu’.
4.4 Morfem Utuh dan Morfem Terbelah
Morfem utuh merupakan morfem-morfem yang unsur-unsurnya
bersambungan secara langsung. Contoh: {makan}, {tidur}, dan {pergi}.
Morfem terbelah morfem-morfem yang tidak tergantung menjadi
satu keutuhan. morfem-morfem itu terbelah oleh morfem yang lain. Contoh:
{kehabisan} dan {berlarian} terdapat imbuhan ke-an atau {ke….an} dan imbuhan
ber-an atau {ber….an}. contoh lain adalah morfem{gerigi} dan {gemetar}.
Masing-masing morfem memilki morf /g..igi/ dan /g..etar/. Jadi, ciri
terbelahnya terletak pada morfnya, tidak terletak pada morfemnya itu sendiri.
morfem itu direalisasikan menjadi morf terbelah jika mendapatkan sisipan, yakni
morfem sisipan {-er-} pada morfem {gigi} dan sisipan {-em-} pada morfem
{getar}.
4.5 Morfem Monofonemis dan Morfem Polifonemis
Morfem monofonemis merupakan morfem yang terdiri dari satu
fonem. Dalam bahasa Indonesia pada dapat dilihat pada morfem {-i} kata datangi
atau morfem{a} dalam bahasa Inggris pada seperti pada kata asystematic.
Morfem polifonemis merupakan morfem yang terdiri dari dua,
tiga, dan empat fonem. Contoh, dalam bahasa Inggris morfem {un-} berarti
‘tidak’ dan dalam bahasa Indonesia morfem {se-} berarti ‘satu, sama’.
4.6 Morfem Aditif, Morfem Replasif, dan Morfem
Substraktif
Morfem aditif adalah morfem yang ditambah atau ditambahkan.
kata-kata yang mengalami afiksasi, seperti yang terdapat pada contoh-contoh
berikut merupakan kata-kata yang terbentuk dari morfem aditif itu.
- mengaji
2. childhood
berbaju
houses
Morfem replasif merupakan morfem yang bersifat penggantian.
dalam bahasa Inggris, misalnya, terdapat morfem penggantian yang menandai
jamak. Contoh: {fut} Ã {fi:t}.
Morfem substraktif adalah morfem yang alomorfnya terbentuk
dari hasil pengurangan terhadap unsur (fonem) yang terdapat morf yang lain.
Biasanya terdapat dalam bahasa Perancis.
C. Proses Morfologis
Proses morfologis dapat dikatakan sebagai proses pembentukan
kata dengan menghubungkan morfem yang satu dengan morfem yang lain yang
merupakan bentuk dasar (Cahyono, 1995: 145). Dalam proses morfologis ini
terdapat tiga proses yaitu: pengafiksan, pengulangan atau reduplikasi, dan
pemajemukan atau penggabungan.
1. Pengafiksan
Bentuk (atau morfem) terikat yang dipakai untuk menurunkan
kata disebut afiks atau imbuhan (Alwi dkk., 2003: 31). Pengertian lain proses
pembubuhan imbuhan pada suatu satuan, baik satuan itu berupa bentuk tunggal
maupun bentuk kompleks, untuk membentuk kata (Cahyono, 1995:145). Contoh:
- Berbaju
- Menemukan
- Ditemukan
- Jawaban.
Bila dilihat pada contoh, berdasarkan letak morfem terikat
dengan morfem bebas pembubuhan dapat dibagi menjadi empat, yaitu pembubuhan
depan (prefiks), pembubuhan tengah (infiks), pembubuhan akhir (sufiks), dan
pembubuhan terbelah (konfiks).
2. Reduplikasi
Reduplikasi adalah pengulangan satuan gramatikal, baik
seluruhnya maupun sebagian, baik disertai variasi fonem maupun tidak (Cahyono,
1995:145).
Contoh: berbulan-bulan, satu-satu, seseorang,
compang-camping, sayur-mayur.
3. Penggabungan atau Pemajemukan
Proses pembentukan kata dari dua morfem bermakna leksikal
(Oka dan Suparno, 1994:181).
Contoh:
- Sapu
tangan
- Rumah
sakit
4. Perubahan Intern
Perubahan intern adalah perubahan bentuk morfem yang
terdapat dalam morfem itu sendiri.
Contoh: dalam bahasa Inggris
Singular
|
plural
|
Foot
Mouse
|
Feet
mice
|
5. Suplisi
Suplisi adalah proses morfologis yang menyebabkan adanya
bentuk sama sekali baru.
Contoh: dalam bahasa Inggris
Go
went
sing
sang
6. Modifikasi kosong
Modifikasi kosong ialah proses morfologis yang tidak
menimbulkan perubahan pada bentuknya tetapi konsepnya saja yang berubah.
Contoh: read- read-read
D. Proses Morfofonemik
Proses perubahan fonem sebuah morfem yang digunakan untuk
mempermudah ucapan.
Contoh:
Perubahan prefiks meng-
- meng + asah =
mengasah
- meng + lihat = melihat
- menga + datangkan =
mendatangkan
- meng + terjemah =
menerjemahkan
- meng + patuhi =
mematuhi
E. Proses morfemis menurut Verhaar
- Afiksasi
adalah pengimbuhan afiks
- Prefix
adalah imbuhan di sebelah kiri bentuk dasar.
Contoh: mengajar
- Sufiks
adalah imbuhan di sebelah kanan bentuk dasar
Contoh: ajarkan
- Infiks
adalah imbuhan yang disisipkan dalam kata dasar
Contoh: gerigi
- Konfiks
adalah imbuhan dan akhiran pada sebuah bentuk dasar
Contoh: perceraian
- Fleksi
adalah afiksasai yang terdiri atas golongan kata yang sama
Contoh: mengajar – diajar
3. Derifasi adalah afiksasi yang terdiri atas golongan
kata yang tidak sama
Contoh: mengajar – pengajar
- Klitika
adalah morfem pendek yang tidak dapat diberi aksen atau tekanan melekat
pada kata atau frasa lain dan meiliki arti yang tidak mudah untuk
dideskripsikan secara leksikal, serta tidak melekat pada kelas kata
tertentu.
Contoh: -pun, -lah
sekalipun
apalah
F. Kata
1. Hakikat Kata
Para linguis yang sehari-hari bergelut dengan kata ini,
hingga dewasa ini, kiranya tidak pernah mempunyai kesamaan pendapat mengenai
konsep apa yang di sebut dengan kata itu. Satu masalah lagi mengenai kata ini adalah
mengenai kata sebagai satuan gramatikal. Menurut verhaar (1978) bentuk-bentuk
kata bahasa Indonesia, misalnya: mengajar, di ajar, kauajar, terjar, dan
ajarlah bukanlah lima buah kata yang berbeda, melainkan varian dari sebuah kata
yang sama. Tetapi bentuk-bentuk, mengajar, pengajar, pengajaran, dan ajarlah
adalah lima kata yang berlainan.
Kata adalah satuan terkecil dari kalimat yang dapat berdiri
sendiri dan mempunyai makna. Kata-kata yang terbentuk dari gabungan huruf
atau morfem baru kita akui sebagai kata bila bentuk itu sudah mempunyai makna.
(Lahmudin Finoza).
Kata ialah morfem atau kombinasi morfem yang oleh bahasawan
dianggap sebagai satuan terkecil yang dapat diujarkan sebagai bentuk yang
bebas. (Kridalaksana). Perhatikan kata-kata di bawah ini.
- Mobil
- Rumah
- Sepeda
- Ambil
- Dingin
- Kuliah.
Keenam kata yang kita ambil secara acak itu kita akui
sebagai kata karena setiap kata mempunyai makna. Kita pasti akan meragukan,
bahkan memastikan bahwa adepes, libma, ninggib, haklab bukan kata dari
bahasa Indonesia karena tidak mempunyai makna.
Dari segi bentuknya kata dapat dibedakan atas dua macam,
yaitu (1) kata yang bermofem tunggal, dan (2) kata yang bermorfem
banyak. Kata yang bermorfem tunggal disebut juga kata dasar atau kata yang
tidak berimbuhan. Kata dasar pada umumnya berpotensi untuk dikembangkan menjadi
kata turunan atau kata berimbuhan. Perhatikan perubahan kata dasar menjadi kata
turunan dalam tabel di bawah ini.
2. Pembentukan Kata
Pembentukan kata ini mempunyai dua sifat, yaitu membentuk
kata-kata yang inflektif, dan kedua yang bersifat derivatif. Apa yang dimaksud
dengan inflektif dan derivatif akan dibicarakan berikut ini.
1). Inflektif
Kata-kata dalam bahasa-bahasa berfleksi, seprti bahasa arab,
bahasa latin, bahasa sansekerta, untuk dapat digunakan di dalam kalimat harus
disesuaikan dulu bentuknya dengan kategori-kategori gramatikal yang berlaku
dalam bahasa itu.
2). Derifatif
Pembentukan kata secara derivatif adalah membentuk kata
baru, kata yang identitas leksikalnya tidak sama dengan kata dasarnya, contoh
dalam bahasa indonesia dapat diberikan, misalnya, dari kata air yang
berkelas nomina dibentuk menjadi mengairi yang berkelas verba: dari kata
makan yang berkelas verba dibentuk kata makanan yang berkelas nomina.
Tabel 1
Perubahan Kata Dasar Menjadi Kata Turunan
yang Mengandung Berbagai Arti
Kata Dasar
|
Pelaku
|
Proses
|
Hal/Tempat
|
Perbuatan
|
Hasil
|
Asuh
baca
bangun
buat
cetak
edar
potong
sapu
tulis
ukir
|
pengasuh
pembaca
pembangun
pembuat
pencetak
pengedar
pemotong
penyapu
penulis
pengukir
|
pengasuhan
pembacaan
pembangunan
pembuatan
pencetakan
pengedaran
pemotongan
penyapuan
penulisan
pengukiran
|
perbuatan
percetakan
peredaran
perpotongan
persapuan
|
mengasuh
membaca
membangun
membuat
mencetak
mengedar
memotong
menyapu
menulis
mengukir
|
asuhan
bacaan
bangunan
buatan
cetakan
edaran
potongan
sapuan
tulisan
ukiran.
|
No comments:
Post a Comment